KONDISI
SOSIAL POLITIK UMAT ISLAM DIMASA YAZID BIN MUA’WIYAH
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen
Pengampu: DRS. H. Mat Solikin, M.ag
Disusun
Oleh:
Ayu Dewi Azizatun Ni’mah
(123311009)
Bambang Pitoyo (123311010)
FAKULTAS TARBIYAH
DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
KONDISI SOSIAL POLITIK
UMAT ISLAM DI MASA YAZID BIN MU’AWIYAH
I.
PENDAHULUAN
Di masa
Rasulullah S. A. W DAN Khulafaur Rasyidin pemerintahan didasarkan atas
Demokrasi musyawarah. Akan tetapi oleh Muawiyah dipakainya sistem kerajaan
monarchi, dimana jabatan Khalifah merupakan pusaka turun menurun.
Dengan model
monarchi absolut, yang berhak menjadi khalifah adalah putra mahkota atau putra
saudaranya. Jika tidak ada anak laki-laki maka yang diangkat adalah anak
perempuan tertuanya, ini menunjukkan ketertutupannya peluang bagi keturunan di
luar keturunan umayyah.
Dinasti
umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin harb. Muawiyah dianggap
sebagai pembangun dinasti oleh sebagian besar sejarahwan awalnya dipandang
negatif, keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang
saudara Siffin dicapai melalui cara curang, lebih dari itu, Muawiyah dituduh
sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan oleh islam, karena
dia lah yang mula-mula mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh
rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan secara turun temurun termasuk ada
Yazid bin Muawiyah.
Dalam masa
pemerintahan Yazid bin Muawiyah, terjadi peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan
Khalifah Yazid bin Mu’awiyah terburuk dari yang sebelumnya. Oleh karena itu,
didalam makalah ini akan sedikit menggambarkan tentang Khalifah Yazid bin
Mu’awiyah.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
biografi Yazid bin mu’awiyah.?
B.
Bagaimana
proses pemilihan khalifah Yazid bin Muawiyah?
C.
Peranan Yazid bin Mu’awiyah dalam masa
pemerintahannya.
D.
Bagaimana
kondisi sosial politik di masa khalifah Yazid bin Muawiyah?
III.
PEMBAHASAN
A. Biografi yazid bin mu’awiyah.
Dia
bernama Yazid bin Mua’wiyah, Abu Khalid al-Umawi. Lahir pada tahun 25 H. Dia
bertubuh Gemuk dan berbulu. Ibunya bernama maysun binti Bahdal al-kalbiyah. [1]
Dia
tumbuh dewasa dalam keadaan serba mewah dan manja. Tatkala dia tumbuh Dewasa
dia cenderung melakukan hal-hal yang sia-sia dan senang berburu. Dia menjadi
khalifah setelah ayahnya meninggal.
Tentang
istri-istri Yazid bin Muawiyah, Ibnu Asakir menyebutkannya dalam kitabnya A’lam An-Nisa sebagai berikut :
1. Ummu Habib binti Abi Hasyim bin Utbah
bin Rabi’ah bin Abdi Syams Bin Abdi Manaf Al-Qursyiyyah. Ia melahirka dua putra
bagi Yazid bernama Muawiyah dan Abdullah.
2. Ummu Kultsum binti Abdillah bin Amir bin
Kuraiz bin Habib bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Ia adalah
seorang yang cerdas.
3. Ummu Muhammad binti Muhammad binti
Abdillah binti Ja’far bin Abi Thalib bin Abi muthalib bin Hasyim bin Manaf.
4. Ummu Miskin binti Umar bin Ashim bin
Umar bin Al-Khatab bin Nufail Al-Adawiyah
5. Fakhitah binti Abdillah bin Amir bin
Kuraiz bin Rabi’ah.
6. Hind binti Abdillah bin Amir bin kuraiz
bin Rabi’ah.[2]
Yazid bin Mu’awiyah meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awal
tahun 64 H/683 M. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun.[3]
B. Proses pemilihan Yazid bin Muawiyah
1. Penolakan Yazid bin Muawiyah
Pada tahun 679 M Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid,
sebagai penerusnya. Tentu saja hal ini merupakan suatu penyimpangan dari prinsip yang diikuti
oleh Khulafaur Rasyidin. Sistem kepemimpinan di antara orang orang Arab, bahkan
sebelum Islam datang pun, tidak pernah di dasarkan atas keturunan. Hal ini
bertentangan dengan konsep Arab yang lama dan cita-cita Islam yang baru.
Barangkali Muawiyah beranggapan bahwa
tidak adanya aturan penggantian yang pasti bagi khalifah dapat menjerumuskan
negeri itu ke dalam perang saudara yang kacau atas kematian setiap khalifah.
Akan tetapi, hal ini tidak mempunyai dasar sekuat keinginannya untuk memepertahankan
kekhalifahan didalam garis keturunannya sendiri. Dia berhasil memeperoleh
sumpah setia bagi Yazid ketika dia masih hidup. Pada tahun 676 M diundangya
utusan-utusan dari semua provinsi dan kota-kota penting untuk memberikan sumpah
setia kepada kepada anaknya. Irak dan Siria tunduk. Kemudian Muawiyah pergi ke
Madinah dan ke Makkah untuk memperoleh janji dari orang-orang Hijaz. Di
Madinah, tokoh-tokoh utama, termasuk Imam Hussein anak Ali, Abdullah anak Umar,
Abdurrahman anak Abu Bakar, dan Abdullah anak Zubair menolak memberi sumpah
setia dengan syarat apapun. Abdullah bin Zubair berpendapat bahwa Muawiyah harus mengikuti salah satu dari ketuga contoh yang sampai saat ini telah ada. Pemilihan khalifah itu
diserahkan kepada pilihan yang bebas oleh pilihan warga sebagaimana Abu Bakar.
Pencalonan bisa dilakukan oleh khalifah yang memerintah asal saja calon itu
memenuhi kriteria yang paling baik dalam segala segi dan tidak ada hubungan
keluarga dengan penguasa yang sedang memerintah. Itulah yang dilakukan Abu
Bakar dalam pemilihan Umar. Masih ada cara ketiga , yaitu mengangkat sebuah
dewan pemilihan untuk memilih seorang khalifah. Itulah yang dilakukan Umar.
Akan tetapi, Muawiyah tidak dapat diyakinkan oleh argumen argumen ini. [4]
2. Yazid bin Muawiyah naik tahta
Yazid
telah dicalonkan oleh Muawiyah Ketika dia masih hidup. Yazid adalah orang yang
kejam dan jahat. Dia orang zalim yang tidak mengenal kesalehan atau keadilan.
Kesenangannya sama jeleknya dengan
sahabat-sahabatnya yang rendah dan jahat. Dia adalah orang yang paling tidak religius diantara Bani Umayah .
Dia lebih menyukai anggur, musik, dan olahraga daripada kepentingan umum. Dia
terkenal karena kesombongan dan keborosannya.
Muawiyah terutama
memeperingatkan Yazid terhadap Abdullah bin Zubair, dan menasehatinya untuk
memperlakukan Imam Hussain secara baik jika ingin memeperoleh kemenangan atas
dia. Hal itu dilakukan untuk menghormati
darah Nabi yang mengalir dalam diri Imam Hussain. Segera setelah memangku
jabatan Khalifah , Yazid mengirimkan perintah
kepada tokoh tokoh utama di madinah untuk memberikan sumpah setia
kepadanya. Baik Imam Hussain maupun
Abdullah Abdullah bin Zubair menolak mengakui kekhalifahan Yazid.[5]
C. Peranan Yazid bin Mu’awiyah dalam masa
pemerintahannya.
Pada
masa pemerintahannya, yazid bin Mu’awiyah hanya berhasil menakhlukkah Afrika
saja. Dan tidak melancarkan ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak
didalam negeri.[6]
D. Kondisi sosial politik di masa Yazid bin
Muawiyah
Sejak
dilantik, yazid tidak memiliki misi apapun kecuali memaksa orang-orang yang
dulu menyatakan keberatan kepada Muawiyah untuk berbaiat kepadanya. Sebagaimana
sewaktu hidupnya, Muawiyah menyeru semua orang untuk berbaiat kepada Yazid, dan
ia menjadikannya sebagai putra mahkota, yang menggantikannya setelah ia
meninggal dunia.6[7]
Pemerintah
Yazid tidak banyak melakukan usaha perluasan Islam, karena di dalam negeri
timbul pemberontakan-perberontakan.
Didalam
memegang pemerintahan Yazid tidak cakap. Ia ahli bersyair, oleh karena itu
timbul pemberontakan di daerah-daerah.[8]
1.
Perang
Karbala (61 H = 681 M )
Orang-orang
Kuffah merintih karena kekejaman dan penyalahgunaan pemerintahan oleh Gubernur
Provinsi yang diangkat oleh Yazid. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk
membantu Imam Hussain melawan Yazid, dan untuk tujuan itulah dia diundang ke
Kuffah.
Meskipun diperingatkan
oleh banyak orang tentang orang-orang Kuffah yang tidak tetap pendiriannya,
Imam Hussain pergi juga dari Madinah ke Kuffah. Dia telah banyak menerima surat
dari orang-orang Kuffah yang menjamin dukungan mereka sepenuhnya. Apalagi dia
telah mengutus Muslim bin Aquil, saudara sepupunya ke Kuffah untuk meyakinkan
keadaan yang sebenarnya disana. Dari sana Muslim mengirimkan laporan yang
menyenangkan. Akan tetapi, kemudian dia ditangkap dan dibunuh oleh Ubaidillah
bin Ziyad, Gubernur Irak bawahan Yazid . Kabar kematiannya tidak sampai ke Imam
Hussain.
Laporan
Muslim itu mendorong kepergian Imam Hussain, dan dia berangkat ke Kuffah
bersama kira-kira 200 orang sanak saudara bersama sahabat-sahabatnya. Setelah
menyebrangi padang pasir Irak, Imam
Hussain Menerima kabar tentang kematian Muslim. Dalam perjalanan menuju
Kuffah dia bertemu dengan pasukan Kavaleri Yazid dibawah pimpinan Al-Hurr dari
bani Tamim. Dengan memeperhatikan agar kuffah tetap berada disebelah kanannya,
Hussain bersama pengikut-pengikutnya meneruskan perjalanan sepanjang tepi barat
sungai Eufrat. Sementara itu Ubaidullah bin Ziyad mengirim suatu pasukan yang
terdiri atas 4000 orang dibawah pimpinan
Umar bin Saad untuk menemui Imam Hussain dan para pendukungnya. Pada hari
pertama bulan muharrom Imam Hussain berkemah di dataran Karbala di tepi sungai
Eufrat, kira-kira 40 km disebelah utara Kuffah. Ubaidullah menekan Umar bin
Saad agar tidak mengabulkan permintaan Imam Hussain, tetapi terus maju dan
menuntut penyerahan tidak bersyarat dari Imam Hussain. Imam Hussain berusaha
untuk menangguhkan pertempuran itu selama beberapa saat agar dia dapat menambah
kekuatannya. Akan tetapi, melihat pihak
musuh tidak mau mengabulkan permintaannya dia pun bertekad untuk berperang,
bagaimanapun hasilnya.
Pada
hari kesembilan bulan Muharram, Imam Hussain menyarankan sanak saudaranya untuk
kembali ke madinah, tetapi tidak seorang pun menyetujui saran itu. Anak Imam
Hussain yang masih bayi pada waktu itu menderita demam. Tidak ada air sedikit
pun untuk membasahi bibirnya yang kering itu. Kaum wanita dan anak-anak
menghabiskan malam-malam mereka dengan ketakutan dan ketegangan. Pada tanggal
10 Muharram pagi hari, Imam Hussain siap dengan
pasukannya yang kecil meneruskan perang. Ubaidullah memerintahkan Shimar
untuk membawa Imam Hussain ke Kuffah hidup atau mati. Ditengah hiruk pikuk dan
ratapan kaum wanita dan anak-anak, pertempuran dimulai. Korban pertama serangan
musuh adalah Qasim, kemenakannya, anak Imam Hasan. Satu per satu mereka menjadi
syuhada. Akhirnya Imam Hussain dan bayinya yang kehausan, Ali Asghar, didalam
pelukannya, pergi ke tepi Sungai Eufrat, tetapi panah-panah musuh tidak
memberikan kesempatan kepadanya untuk pergi lebih jauh. Ali Asghar terkena dan
meninggal.Akhirnya Imam Hussain tertembus anak panah. Darah yang keluar dan
nyeri yang sangat, memaksanya untuk merebahkan diri tanah. Segera musuh-musuh
menyerangnya dan memenggal batang leher Hussain. Setelah memenggal kepala Imam
Hussain, cucu nabi yang mulia itu, dengan berlumuran darah, dan diserahkan
kepada Ubaidillah bin Ziyad, orang-orang mundur karena merasa takut dan ngeri.
Ketika Gubernur membalikkan kepala Imam Hussain, seorang laki-laki tua
berteriak keras, “ Hati-hatilah, dia dalah cucu Nabi. Demi Allah aku pernah
melihat bibir itulah yang dicium Nabi yang Mulia “ . Wanita-wanita keluarga
Hussain bersama anak Hussain, Ali, yang kemudian disebut Imam Zainal Abidin,
kemudian dikirimkan kepada Yazid yang menyesalkan nasib mereka. Dia memperlakukan
mereka dengan segala kehormatan, dan mengirimkan mereka ke Madinah. Hati yang
paling beku sekalipun meleleh melihat pemandangan yang tak manusiawi itu.
Menurut kata-kata Edward Gibbon, “ Peristiwa kematian Imam Hussain pada zaman
dan keadaan telah lama berlalu akan tetap membangkitkan simpati hati pembaca
yang paling beku sekalipun” .
Demikianlah
berakhirnya suatu jiwa yang mulia. Pembantaian terhadap Imam Hussain dan
keluarganya merupakan peristiwa penting yang paling besar. Kerenggangan di
antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah lebih diperhebat lagi, dan pertikaian itu
akhirnya memeperlemah kekuasaan bani Umayah dan berlanjut sebagai faktor yang
menentukan bagi kehancuran imperium mereka. Apa pun yang menjadi sebab historis
dari kematian Imam Hussain di Karbala, yang jelas adalah bahwa peristiwa itu
telah membagi umat Islam ke dalam pihak-pihak yang bermusuhan untuk waktu
selanjutnya.[9]
2.
Pemberontakan
Madinah (63H = 683 M)
Setelah
mendengar berita pembunuhan Hussain, penduduk Maddinah segera mengusir walikota
Madinah serta melawan sejumlah orang bani Umayyah. Akan tetapi, akhirnya
pemberontakan itu dapat ditindas kejam oleh 12.000 pasukan Yazid dibawah
pimpinan Muslim bin Uqbah.
Penyerbuan
tentara Yazid terhadap kota Madinah dimulai dari suatu tempat bernama Al Harah,
sehingga pertempuran itu dikenal dengan sebutan
“ Pertempuran Al Harah “ .[10]
3.
Pemberontakan Makkah ( 64 H = 684 M )
Pemberontakan
itu dipimpin oleh Abdullah bin Zubair. Setelah selesai menumpas pemberontakan
Madinah, Muslim bin Uqbah melanjutkan penumpasan pemberontakan di Makkah.
Tetapi belum sampai di Makkah , Muslim bin Uqbah (seorang panglima kenamaan
juga). Karena dahsyatnya perempuran diMakkah itu, sebagian dinding ka’bah ada
yang runtuh kena lemparan senjata majenik (lemparan batu) dari tentara Yazid
yang ditujukan kepada pasukan Abdullah bin Zubair. Kejadian-kejadian itu telah
mencemarkan nama baik yazid.
Ketika
pertempuran mulai menyala, tiba-tiba datang berita wafatnya Yazid, maka pertempuran dihentikan dari pihak
panglima Numair.[11]
IV.
KESIMPULAN.
Yazid
bin Mua’wiyah, Abu Khalid al-Umawi. Lahir pada tahun 25 H. Dia bertubuh Gemuk
dan berbulu. Ibunya bernama maysun binti Bahdal al-kalbiyah.
Yazid bin Mu’awiyah
meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awal tahun 64 H/683 M. Masa pemerintahannya
berlangsung selama 4 tahun.
Yazid
telah dicalonkan oleh Muawiyah Ketika dia masih hidup. Pada masa
pemerintahannya, yazid bin Mu’awiyah hanya berhasil menakhlukkah Afrika saja.
Dan tidak melancarkan ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak didalam
negeri.
Peristiwa- peristiwa yang terjadi didalam negeri selama
Yazid bin Mu’awiyah menjabat, antara lain:
1.
Perang
Karbala (61 H = 681 M ).
2.
Pemberontakan
Madinah (63H=683 M)
3.
Pemberontakan Makkah ( 64 H = 684 M ).
V.
PENUTUP
Alhamdulillah wa syukurillah... makalah
ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam referensi maupun penulisannya.
Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
Demikian makalah ini kami buat,
semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003
As
Suyuti , Imam, Tarikh Khulafa’ , Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000
Ibrahim , Tatang, Sejarah Kebudayaan
Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung ; CV ARMICO 2009
Mamudunnasir , Syed, Islam konsepsi
dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005
Muhammad Raji Kinas ,
Syaikh, Istri-Istri para Khalifah,
Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009
[1] Imam As Suyuti, Tarikh Khulafa’ , Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, 2000, hlm 243
[2] Syaikh Muhammad Raji Kinas, Istri-Istri para Khalifah, Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009, hlm 293-296
[3] Ahmad Al-Usairy, sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga
Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003, hlm 194
[4] Syed Mamudunnasir,Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT
REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 176
[5] Syed Mamudunnasir,Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT
REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 177
[6] Ahmad Al-Usairy, sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga
Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003, hlm 192
[7] Syaikh Muhammad Raji Kinas, Istri-Istri para Khalifah, Jakarta
Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009, hlm 264
[8] Tatang Ibrahim,Sejarah Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1
dan 2, Bandung ; CV ARMICO 2009, hlm
78
[9] Syed Mamudunnasir,Islam
konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 179
[10] Tatang Ibrahim,Sejarah
Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung ; CV ARMICO 2009, hlm 79
[11] Tatang Ibrahim,Sejarah
Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung ; CV ARMICO 2009, hlm 79
No comments:
Post a Comment