Saturday, June 13, 2015



KONDISI SOSIAL POLITIK UMAT ISLAM DIMASA YAZID BIN MUA’WIYAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: DRS. H. Mat Solikin, M.ag







 Disusun Oleh:

                   Ayu Dewi Azizatun Ni’mah    (123311009)
                    Bambang Pitoyo                      (123311010)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013


KONDISI SOSIAL POLITIK UMAT ISLAM DI MASA YAZID BIN MU’AWIYAH

I.                   PENDAHULUAN
Di masa Rasulullah S. A. W DAN Khulafaur Rasyidin pemerintahan didasarkan atas Demokrasi musyawarah. Akan tetapi oleh Muawiyah dipakainya sistem kerajaan monarchi, dimana jabatan Khalifah merupakan pusaka turun menurun.
Dengan model monarchi absolut, yang berhak menjadi khalifah adalah putra mahkota atau putra saudaranya. Jika tidak ada anak laki-laki maka yang diangkat adalah anak perempuan tertuanya, ini menunjukkan ketertutupannya peluang bagi keturunan di luar keturunan umayyah.
Dinasti umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin harb. Muawiyah dianggap sebagai pembangun dinasti oleh sebagian besar sejarahwan awalnya dipandang negatif, keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara Siffin dicapai melalui cara curang, lebih dari itu, Muawiyah dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan oleh islam, karena dia lah yang mula-mula mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan secara turun temurun termasuk ada Yazid bin Muawiyah.
Dalam masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah, terjadi peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan Khalifah Yazid bin Mu’awiyah terburuk dari yang sebelumnya. Oleh karena itu, didalam makalah ini akan sedikit menggambarkan tentang Khalifah Yazid bin Mu’awiyah.
II.                RUMUSAN MASALAH
A.                 Bagaimana biografi Yazid bin mu’awiyah.?
B.                 Bagaimana proses pemilihan khalifah Yazid bin Muawiyah?
C.                  Peranan Yazid bin Mu’awiyah dalam masa pemerintahannya.
D.                 Bagaimana kondisi sosial politik di masa khalifah Yazid bin Muawiyah?

III.             PEMBAHASAN

A.    Biografi yazid bin mu’awiyah.
Dia bernama Yazid bin Mua’wiyah, Abu Khalid al-Umawi. Lahir pada tahun 25 H. Dia bertubuh Gemuk dan berbulu. Ibunya bernama maysun binti Bahdal al-kalbiyah. [1]
Dia tumbuh dewasa dalam keadaan serba mewah dan manja. Tatkala dia tumbuh Dewasa dia cenderung melakukan hal-hal yang sia-sia dan senang berburu. Dia menjadi khalifah setelah ayahnya meninggal.
Tentang istri-istri Yazid bin Muawiyah, Ibnu Asakir menyebutkannya dalam kitabnya A’lam An-Nisa sebagai berikut :
1.      Ummu Habib binti Abi Hasyim bin Utbah bin Rabi’ah bin Abdi Syams Bin Abdi Manaf Al-Qursyiyyah. Ia melahirka dua putra bagi Yazid bernama Muawiyah dan Abdullah.
2.      Ummu Kultsum binti Abdillah bin Amir bin Kuraiz bin Habib bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Ia adalah seorang yang cerdas.
3.      Ummu Muhammad binti Muhammad binti Abdillah binti Ja’far bin Abi Thalib bin Abi muthalib bin Hasyim bin Manaf.
4.      Ummu Miskin binti Umar bin Ashim bin Umar bin Al-Khatab bin Nufail Al-Adawiyah
5.      Fakhitah binti Abdillah bin Amir bin Kuraiz bin Rabi’ah.
6.      Hind binti Abdillah bin Amir bin kuraiz bin Rabi’ah.[2]

     Yazid bin Mu’awiyah meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awal tahun 64 H/683 M. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun.[3]

B.     Proses pemilihan Yazid bin Muawiyah

1.    Penolakan Yazid bin Muawiyah
Pada tahun  679 M Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, sebagai penerusnya. Tentu saja hal ini merupakan  suatu penyimpangan dari prinsip yang diikuti oleh Khulafaur Rasyidin. Sistem kepemimpinan di antara orang orang Arab, bahkan sebelum Islam datang pun, tidak pernah di dasarkan atas keturunan. Hal ini bertentangan dengan konsep Arab yang lama dan cita-cita Islam yang baru. Barangkali  Muawiyah beranggapan bahwa tidak adanya aturan penggantian yang pasti bagi khalifah dapat menjerumuskan negeri itu ke dalam perang saudara yang kacau atas kematian setiap khalifah. Akan tetapi, hal ini tidak mempunyai dasar sekuat keinginannya untuk memepertahankan kekhalifahan didalam garis keturunannya sendiri. Dia berhasil memeperoleh sumpah setia bagi Yazid ketika dia masih hidup. Pada tahun 676 M diundangya utusan-utusan dari semua provinsi dan kota-kota penting untuk memberikan sumpah setia kepada kepada anaknya. Irak dan Siria tunduk. Kemudian Muawiyah pergi ke Madinah dan ke Makkah untuk memperoleh janji dari orang-orang Hijaz. Di Madinah, tokoh-tokoh utama, termasuk Imam Hussein anak Ali, Abdullah anak Umar, Abdurrahman anak Abu Bakar, dan Abdullah anak Zubair menolak memberi sumpah setia dengan syarat apapun. Abdullah bin Zubair berpendapat bahwa Muawiyah  harus mengikuti  salah satu dari ketuga contoh yang sampai saat  ini telah ada. Pemilihan khalifah itu diserahkan kepada pilihan yang bebas oleh pilihan warga sebagaimana Abu Bakar. Pencalonan bisa dilakukan oleh khalifah yang memerintah asal saja calon itu memenuhi kriteria yang paling baik dalam segala segi dan tidak ada hubungan keluarga dengan penguasa yang sedang memerintah. Itulah yang dilakukan Abu Bakar dalam pemilihan Umar. Masih ada cara ketiga , yaitu mengangkat sebuah dewan pemilihan untuk memilih seorang khalifah. Itulah yang dilakukan Umar. Akan tetapi, Muawiyah tidak dapat diyakinkan oleh argumen argumen ini. [4]
2.    Yazid bin Muawiyah naik tahta

Yazid telah dicalonkan oleh Muawiyah Ketika dia masih hidup. Yazid adalah orang yang kejam dan jahat. Dia orang zalim yang tidak mengenal kesalehan atau keadilan. Kesenangannya sama jeleknya dengan  sahabat-sahabatnya yang rendah dan jahat. Dia adalah orang yang  paling tidak religius diantara Bani Umayah . Dia lebih menyukai anggur, musik, dan olahraga daripada kepentingan umum. Dia terkenal karena kesombongan dan keborosannya.
Muawiyah terutama memeperingatkan Yazid terhadap Abdullah bin Zubair, dan menasehatinya untuk memperlakukan Imam Hussain secara baik jika ingin memeperoleh kemenangan atas dia. Hal itu dilakukan  untuk menghormati darah Nabi yang mengalir dalam diri Imam Hussain. Segera setelah memangku jabatan Khalifah , Yazid mengirimkan  perintah kepada tokoh tokoh utama di madinah untuk memberikan sumpah setia kepadanya.  Baik Imam Hussain maupun Abdullah Abdullah bin Zubair menolak mengakui kekhalifahan Yazid.[5]
C.     Peranan Yazid bin Mu’awiyah dalam masa pemerintahannya.
Pada masa pemerintahannya, yazid bin Mu’awiyah hanya berhasil menakhlukkah Afrika saja. Dan tidak melancarkan ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak didalam negeri.[6]

D.    Kondisi sosial politik di masa Yazid bin Muawiyah
Sejak dilantik, yazid tidak memiliki misi apapun kecuali memaksa orang-orang yang dulu menyatakan keberatan kepada Muawiyah untuk berbaiat kepadanya. Sebagaimana sewaktu hidupnya, Muawiyah menyeru semua orang untuk berbaiat kepada Yazid, dan ia menjadikannya sebagai putra mahkota, yang menggantikannya setelah ia meninggal dunia.6[7]

Pemerintah Yazid tidak banyak melakukan usaha perluasan Islam, karena di dalam negeri timbul pemberontakan-perberontakan.
Didalam memegang pemerintahan Yazid tidak cakap. Ia ahli bersyair, oleh karena itu timbul pemberontakan di daerah-daerah.[8]

1.         Perang Karbala (61 H = 681 M )
Orang-orang Kuffah merintih karena kekejaman dan penyalahgunaan pemerintahan oleh Gubernur Provinsi yang diangkat oleh Yazid. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membantu Imam Hussain melawan Yazid, dan untuk tujuan itulah dia diundang ke Kuffah.
Meskipun diperingatkan oleh banyak orang tentang orang-orang Kuffah yang tidak tetap pendiriannya, Imam Hussain pergi juga dari Madinah ke Kuffah. Dia telah banyak menerima surat dari orang-orang Kuffah yang menjamin dukungan mereka sepenuhnya. Apalagi dia telah mengutus Muslim bin Aquil, saudara sepupunya ke Kuffah untuk meyakinkan keadaan yang sebenarnya disana. Dari sana Muslim mengirimkan laporan yang menyenangkan. Akan tetapi, kemudian dia ditangkap dan dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad, Gubernur Irak bawahan Yazid . Kabar kematiannya tidak sampai ke Imam Hussain.
Laporan Muslim itu mendorong kepergian Imam Hussain, dan dia berangkat ke Kuffah bersama kira-kira 200 orang sanak saudara bersama sahabat-sahabatnya. Setelah menyebrangi padang pasir Irak, Imam  Hussain Menerima kabar tentang kematian Muslim. Dalam perjalanan menuju Kuffah dia bertemu dengan pasukan Kavaleri Yazid dibawah pimpinan Al-Hurr dari bani Tamim. Dengan memeperhatikan agar kuffah tetap berada disebelah kanannya, Hussain bersama pengikut-pengikutnya meneruskan perjalanan sepanjang tepi barat sungai Eufrat. Sementara itu Ubaidullah bin Ziyad mengirim suatu pasukan yang terdiri atas 4000  orang dibawah pimpinan Umar bin Saad untuk menemui Imam Hussain dan para pendukungnya. Pada hari pertama bulan muharrom Imam Hussain berkemah di dataran Karbala di tepi sungai Eufrat, kira-kira 40 km disebelah utara Kuffah. Ubaidullah menekan Umar bin Saad agar tidak mengabulkan permintaan Imam Hussain, tetapi terus maju dan menuntut penyerahan tidak bersyarat dari Imam Hussain. Imam Hussain berusaha untuk menangguhkan pertempuran itu selama beberapa saat agar dia dapat menambah kekuatannya. Akan tetapi,  melihat pihak musuh tidak mau mengabulkan permintaannya dia pun bertekad untuk berperang, bagaimanapun hasilnya.
Pada hari kesembilan bulan Muharram, Imam Hussain menyarankan sanak saudaranya untuk kembali ke madinah, tetapi tidak seorang pun menyetujui saran itu. Anak Imam Hussain yang masih bayi pada waktu itu menderita demam. Tidak ada air sedikit pun untuk membasahi bibirnya yang kering itu. Kaum wanita dan anak-anak menghabiskan malam-malam mereka dengan ketakutan dan ketegangan. Pada tanggal 10 Muharram pagi hari, Imam Hussain siap dengan  pasukannya yang kecil meneruskan perang. Ubaidullah memerintahkan Shimar untuk membawa Imam Hussain ke Kuffah hidup atau mati. Ditengah hiruk pikuk dan ratapan kaum wanita dan anak-anak, pertempuran dimulai. Korban pertama serangan musuh adalah Qasim, kemenakannya, anak Imam Hasan. Satu per satu mereka menjadi syuhada. Akhirnya Imam Hussain dan bayinya yang kehausan, Ali Asghar, didalam pelukannya, pergi ke tepi Sungai Eufrat, tetapi panah-panah musuh tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk pergi lebih jauh. Ali Asghar terkena dan meninggal.Akhirnya Imam Hussain tertembus anak panah. Darah yang keluar dan nyeri yang sangat, memaksanya untuk merebahkan diri tanah. Segera musuh-musuh menyerangnya dan memenggal batang leher Hussain. Setelah memenggal kepala Imam Hussain, cucu nabi yang mulia itu, dengan berlumuran darah, dan diserahkan kepada Ubaidillah bin Ziyad, orang-orang mundur karena merasa takut dan ngeri. Ketika Gubernur membalikkan kepala Imam Hussain, seorang laki-laki tua berteriak keras, “ Hati-hatilah, dia dalah cucu Nabi. Demi Allah aku pernah melihat bibir itulah yang dicium Nabi yang Mulia “ . Wanita-wanita keluarga Hussain bersama anak Hussain, Ali, yang kemudian disebut Imam Zainal Abidin, kemudian dikirimkan kepada Yazid yang menyesalkan nasib mereka. Dia memperlakukan mereka dengan segala kehormatan, dan mengirimkan mereka ke Madinah. Hati yang paling beku sekalipun meleleh melihat pemandangan yang tak manusiawi itu. Menurut kata-kata Edward Gibbon, “ Peristiwa kematian Imam Hussain pada zaman dan keadaan telah lama berlalu akan tetap membangkitkan simpati hati pembaca yang paling beku sekalipun” .

Demikianlah berakhirnya suatu jiwa yang mulia. Pembantaian terhadap Imam Hussain dan keluarganya merupakan peristiwa penting yang paling besar. Kerenggangan di antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah lebih diperhebat lagi, dan pertikaian itu akhirnya memeperlemah kekuasaan bani Umayah dan berlanjut sebagai faktor yang menentukan bagi kehancuran imperium mereka. Apa pun yang menjadi sebab historis dari kematian Imam Hussain di Karbala, yang jelas adalah bahwa peristiwa itu telah membagi umat Islam ke dalam pihak-pihak yang bermusuhan untuk waktu selanjutnya.[9]

2.         Pemberontakan Madinah (63H = 683 M)
Setelah mendengar berita pembunuhan Hussain, penduduk Maddinah segera mengusir walikota Madinah serta melawan sejumlah orang bani Umayyah. Akan tetapi, akhirnya pemberontakan itu dapat ditindas kejam oleh 12.000 pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin Uqbah.
Penyerbuan tentara Yazid terhadap kota Madinah dimulai dari suatu tempat bernama Al Harah, sehingga pertempuran itu dikenal dengan sebutan  “ Pertempuran Al Harah “ .[10]

3.         Pemberontakan  Makkah ( 64 H = 684 M )
Pemberontakan itu dipimpin oleh Abdullah bin Zubair. Setelah selesai menumpas pemberontakan Madinah, Muslim bin Uqbah melanjutkan penumpasan pemberontakan di Makkah. Tetapi belum sampai di Makkah , Muslim bin Uqbah (seorang panglima kenamaan juga). Karena dahsyatnya perempuran diMakkah itu, sebagian dinding ka’bah ada yang runtuh kena lemparan senjata majenik (lemparan batu) dari tentara Yazid yang ditujukan kepada pasukan Abdullah bin Zubair. Kejadian-kejadian itu telah mencemarkan nama baik yazid.
Ketika pertempuran mulai menyala, tiba-tiba datang berita wafatnya Yazid,  maka pertempuran dihentikan dari pihak panglima Numair.[11]



IV.              KESIMPULAN.
Yazid bin Mua’wiyah, Abu Khalid al-Umawi. Lahir pada tahun 25 H. Dia bertubuh Gemuk dan berbulu. Ibunya bernama maysun binti Bahdal al-kalbiyah.
Yazid bin Mu’awiyah meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awal tahun 64 H/683 M. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun.
Yazid telah dicalonkan oleh Muawiyah Ketika dia masih hidup. Pada masa pemerintahannya, yazid bin Mu’awiyah hanya berhasil menakhlukkah Afrika saja. Dan tidak melancarkan ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak didalam negeri.
          Peristiwa- peristiwa yang terjadi didalam negeri selama Yazid bin Mu’awiyah menjabat, antara lain:
1.              Perang Karbala (61 H = 681 M ).
2.              Pemberontakan Madinah (63H=683 M)
3.              Pemberontakan  Makkah ( 64 H = 684 M ).

V.                PENUTUP

Alhamdulillah wa syukurillah... makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya, bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam referensi maupun penulisannya. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya.
            Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.






DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy,  Ahmad,  sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003
As Suyuti , Imam,  Tarikh Khulafa’ , Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000

Ibrahim , Tatang, Sejarah Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung  ; CV ARMICO 2009
Mamudunnasir , Syed, Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005
Muhammad Raji Kinas , Syaikh, Istri-Istri para Khalifah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009







[1]  Imam As Suyuti, Tarikh Khulafa’ , Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2000, hlm 243
[2]  Syaikh Muhammad Raji Kinas, Istri-Istri para Khalifah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009, hlm 293-296
[3]  Ahmad Al-Usairy, sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003, hlm 194
[4] Syed Mamudunnasir,Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 176

[5] Syed Mamudunnasir,Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 177

[6]  Ahmad Al-Usairy, sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media, 2003, hlm 192
[7]  Syaikh Muhammad Raji Kinas, Istri-Istri para Khalifah, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2009, hlm 264
[8] Tatang Ibrahim,Sejarah Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung  ; CV ARMICO 2009, hlm 78
[9]  Syed Mamudunnasir,Islam konsepsi dan Sejarahnya, Bandung ; PT REMAJA ROSDAKARYA 2005, hlm 179
[10]  Tatang Ibrahim,Sejarah Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung  ; CV ARMICO 2009, hlm 79
[11]  Tatang Ibrahim,Sejarah Kebudayaan Islam Mts.kelas VII Semester 1 dan 2, Bandung  ; CV ARMICO 2009, hlm 79

No comments:

Post a Comment